PROYEK INFRASTRUKTUR LANJUT, INDUSTRI BAJA KEMBALI BERDENYUT
Bisnis, JAKARTA — Berlanjutnya proyek infrastruktur pemerintah pada tahun depan, sesuai dengan mandat RAPBN 2022, bakal menjadi katalis pendorong pertumbuhan industri baja nasional.
Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian Budi Susanto mengatakan dalam RAPBN 2022 pemerintah mengajukan alokasi anggaran infrastruktur senilai Rp384,8 triliun atau 14,2 persen dari total belanja pemerintah.
Hal ini menunjukkan bahwa pada Tahun Anggaran 2022 Pemerintah akan melanjutkan pembangunan infrastrukturnya.
Sektor otomotif yang tumbuh 27,84 persen pada kuartal III/2021 juga dinilai berkontribusi pada pertumbuhan konsumsi baja.
“Hal itu merupakan potensi untuk peningkatan konsumsi baja dalam negeri,” kata Budi kepada Bisnis, akhir pekan.
Budi juga mencatat kebutuhan konstruksi untuk investasi baru di sektor swasta. Hal itu didukung pertumbuhan investasi yang secara tahunan tercatat sebesar 7,8 persen pada kuartal III/2021.
Selain itu, konstruksi perumahan juga mencatatkan pertumbuhan 3,42 persen pada kuartal ketiga tahun ini sehingga mengerek kebutuhan baja sebagai salah satu material bangunan.
“Peningkatan nilai investasi ini tentunya juga diikuti oleh peningkatan konstruksi sehingga dapat menjadi salah satu pendorong konsumsi baja dalam negeri,” lanjutnya.
Budi berharap kinerja sejumlah sektor tersebut dapat tetap terjaga, sehingga konsumsi baja dapat ikut terkerek pada tahun depan.
Kemenperin sebelumnya memproyeksikan produksi baja nasional pada tahun ini akan berada di kisaran 12,27 juta ton, tumbuh 6,05 persen dibandingkan tahun lalu sebesar 11,57 juta ton. Dalam jangka menengah, target produksi baja diproyeksikan mencapai 17 juta ton pada 2024.
Adapun, proyeksi produksi baja 2021 merupakan gabungan kapasitas sejumlah pabrikan antara lain PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. 2,5 juta ton per tahun, PT Krakatau Posco 3 juta ton per tahun, dan PT Gunung Raja Paksi Tbk. 1,7 juta ton per tahun.
Ada pula PT Dexin Steel Indonesia 1,5 juta ton per tahun, serta gabungan dari beberapa produsen billet sebesar 4 juta ton per tahun.
Sementara itu, berdasarkan data South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI), permintaan baja di Indonesia pada 2021 dan 2022 diperkirakan akan tumbuh 6 persen menjadi masing-masing 16 juta ton dan 17 juta ton.
Selain itu, peluang pertumbuhan terbuka lebar dengan proyeksi pertumbuhan baja nasional yang mencapai 27 juta ton per tahun. Sayangnya, rata-rata utilisasi industri saat ini masih di kisaran 52 persen akibat tekanan produk impor.
Di sisi lain, Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) memproyeksikan konsumsi baja pada 2022 akan tumbuh 7—8 persen menjadi 16,3 juta ton.
Proyeksi tersebut mengikuti pertumbuhan konsumsi baja nasional pada semester I/2021 yang dihitung dengan formula apparent steel consumption (ASC).
IISIA mencatat, ASC pada paruh pertama tahun ini tumbuh 36 persen menjadi 6,7 juta ton dari periode yang sama 2020 sebesar 4,9 juta ton.
Adapun, impor baja meningkat 12,5 persen menjadi 3,6 juta ton, sedangkan volume ekspor menurun 25 persen menjadi 2,3 juta ton.
“Pertumbuhan konsumsi industri baja saat ini masih didorong terutama oleh pertumbuhan dari sektor konstruksi, yaitu sekitar 78 persen,” tulis IISIA dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (19/12/2021).
Sektor konstruksi yang dimaksud antara lain pembangunan infrastruktur seperti jalan, jembatan, pelabuhan, bandara, pembangkit listrik, kilang minyak dan gas bumi, waduk dan pengairan, maupun konstruksi lainnya seperti pembangunan perumahan, apartemen, dan bangunan lainnya.
Sementara itu, pertumbuhan sektor konstruksi sampai kuartal III/2021 2021 tercatat 2,43 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Anggaran infrastruktur di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dalam RAPBN 2021 direncanakan meningkat 45 persen menjadi Rp417 triliun.
Hal itu mendorong optimisme pertumbuhan sektor konstruksi yang semakin pesat pada 2022 yang diharapkan berada di rentang 5—7 persen.
Apabila pertumbuhan sektor konstruksi pada 2022 dapat ditingkatkan maka konsumsi baja nasional juga akan meningkat dengan laju pertumbuhan yang tinggi.
“Dengan memperhatikan target pertumbuhan sektor konstruksi serta mempertimbangkan pemulihan ekonomi pasca pandemi pada 2022, maka IISIA memperkirakan konsumsi baja nasional akan tumbuh sekitar 7—8 persen atau mencapai sekitar 16,3 juta ton di tahun 2022.”
Menurut perhitungan Bisnis, dengan target pertumbuhan 7—8 persen menjadi 16,3 juta ton pada 2022, maka konsumsi baja nasional sepanjang tahun ini sekitar 15,2 juta ton. Angka itu tumbuh tipis dari capaian tahun lalu sebesar 15,1 juta ton.
Ketua Klaster Baja Lapis Aluminium Seng (BjLAS) IISA Henry Setiawan mengatakan baja ringan merupakan salah satu subsektor yang pertumbuhannya belum optimal tahun ini.
Dengan kondisi permintaan yang belum stabil, Henry memperkirakan pertumbuhan permintaan baja ringan berada di kisaran 10 persen pada tahun ini.
“[Pertumbuhan] plus minus 10 persen, karena demand yang ada masih lemah. Sedikit naik dari tahun lalu, tetapi tidak banyak,” kata Henry saat dihubungi Bisnis.
Henry mengatakan permintaan baja ringan untuk sektor otomotif tercatat naik signifikan terkait pemberlakuan insentif diskon pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM). Namun demikian, hal yang sama tidak terjadi pada pembangunan rumah.
Jika situasi perbaikan ekonomi terus berlanjut diiringi tingkat vaksinasi yang terus meningkat, Henry optimistis kinerja industri baja ringan dapat tumbuh di atas 10 persen pada 2022.
“Kalau di otomotif tampak sekali sangat disambut oleh pasar, tetapi di rumah tinggal, kelihatannya belum seperti yang diharapkan,” katanya.
PRODUKSI PIPA
Pada perkembangan lain, produsen pipa baja las PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk. (ISSP) bakal mencapai volume produksi di atas 300.000 ton pada tahun ini.
Chief Strategic Officer Spindo Johanes Edward mengatakan volume produksi perseroan akan berkisar 305.000 ton hingga 320.000 ton. Angka tersebut tumbuh 5 persen hingga 10 persen dibandingkan dengan volume produksi tahun lalu.
“Secara pertumbuhan kami anggap sangat baik mengingat seluruh tantangan yang ada di 2021,” kata Johanes saat dihubungi Bisnis.
Dengan kapasitas produksi mencapai 600.000 ton per tahun, rata-rata utilisasi Spindo berada di kisaran 50 persen hingga 53 persen sepanjang 2021.
Pada 2022 Johanes membidik pertumbuhan volume produksi antara 20 persen hingga 30 persen, sehingga utilisasi bisa terkerek antara 66 persen hingga 70 persen.
Pertumbuhan produksi dan proyeksi itu seiring dengan membaiknya kinerja sektor-sektor terkait pada kuartal III/2021, seperti manufaktur yang tumbuh 3,68 persen dan konstruksi 2,43 persen.
Adapun, realisasi nilai penjualan sampai dengan September 2021 telah mencapai Rp3,8 triliun atau naik 40,4 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Realisasi penjualan tersebut bahkan lebih besar 5,58 persen dibandingkan September 2019.
Spindo diketahui memiliki 6 unit pabrik yang tersebar di Jawa Timur dan Jawa Barat. Sebanyak lebih dari 60 persen produk Spindo digunakan untuk proyek-proyek infrastruktur, konstruksi, utilitas, sedangkan sisanya untuk sektor minyak dan gas, otomotif, dan furnitur.
Johanes mengatakan tantangan di industri hilir baja saat ini yaitu kendala bahan baku terkait risiko volatilitas ekonomi dan krisis energi di China.
“Tentunya [krisis energi China] berpengaruh, karena harga bahan baku bagaimanapun dipengaruhi juga oleh kondisi baja di China,” katanya.
Sebagai langkah antisipasi, lanjutnya, perseroan menerapkan manajemen bahan baku dan meningkatkan pengapalan ke pasar seperti Amerika Serikat dengan harga baja yang relatif tinggi.
Adapun, produsen baja lapis aluminium seng (BjLAS) PT Sunrise Steel membidik pertumbuhan volume produksi hingga 250 ribu ton pada tahun depan, dari proyeksi tahun ini 200.000 ton.
Presiden Direktur Sunrise Steel Henry Setiawan mengatakan utilisasi produksi perseroan tidak mengalami penurunan maupun kenaikan selama pandemi. Dengan kapasitas produksi sebesar 400.000 ton per tahun, utilisasi perseroan berada di angka 50 persen sepanjang tahun ini.
“Jadi entah kami merebut pasar dari produsen lain di Indonesia, atau kami merebut pasar produk-produk impor,” kata Henry.
Proyeksi pertumbuhan 20 persen hingga 30 persen pada tahun depan diakuinya belum akan mencerminkan peningkatan permintaan di industri baja ringan.
Namun demikian, perseroan akan berupaya kembali merebut permintaan pesaing di dalam negeri maupun produk impor.
Pada penghujung tahun ini, Sunrise Steel tengah menyelesaikan proyek lini produksi baru yakni penipisan baja canai panas menjadi baja canai dingin.
Dari lini produksi tersebut, volume output diharapkan dapat tumbuh signifikan sehingga mengerek utilisasi menjadi 62,5 persen pada tahun depan.
“Tentunya kami harapkan bantuan pemerintah untuk pengendalian impornya,” ujar Henry.
Sementara itu, konsumsi baja ringan nasional mengalami penurunan pada tahun lalu menjadi 1,15 juta ton dari 2019 1,6 juta ton. Tahun ini konsumsi baja ringan nasional diperkirakan menyentuh 1,25 juta ton dengan pertumbuhan 8,6 persen.
Serapan baja ringan paling besar masih di sektor konstruksi dan properti. Sedangkan, sebagian kecilnya diserap oleh segmen elektronik seperti pabrik casing AC, kulkas, dispenser air, karoseri, dan otomotif.